Teruslah Bodoh, Jangan Pintar

Judul                           : Teruslah Bodoh, Jangan Pintar
Penulis                        : Tere Liye
Penerbit                      : Penerbit Sabakgrip
Tahun Terbit              : 2022
Jumlah Halaman      : 371 Halaman

Dalam buku “Teruslah Bodoh, Jangan Pintar”, Tere Liye tidak sedang mengajak kita untuk menyerah belajar atau memuliakan kebodohan. Sebaliknya, ia mengetuk nurani pembaca agar tidak terjebak dalam kepintaran semu yang sering kali justru membutakan. Dengan gaya tutur khasnya yang ringan namun menohok, Tere Liye menantang kita untuk berpikir ulang: apakah “pintar” selama ini benar-benar berarti bijak, adil, dan bermanfaat?

Melawan Arus: Menjadi Pintar yang Tak Diinginkan Sistem
Lewat kumpulan esai reflektif dan kritis, Tere Liye menyuarakan kenyataan getir: mereka yang kritis, yang berniat memperbaiki keadaan, sering kali justru dianggap mengganggu sistem. Di sekolah, siswa yang bertanya terlalu banyak dianggap “sok pintar.” Di masyarakat, orang yang mencoba menawarkan solusi justru dibungkam. Pintar, dalam sistem yang nyaman dengan ketidakadilan, bisa menjadi kutukan.

Namun buku ini bukan sekadar keluhan. Ia adalah seruan untuk tidak tunduk. Untuk terus berpikir, mempertanyakan, dan belajar—dengan hati yang terbuka dan sikap rendah hati.

“Semakin pintar seseorang, semakin besar kemungkinan ia terjebak dalam ego kepintarannya.”
Salah satu kutipan paling kuat dalam buku ini merangkum pesan utamanya: bahwa kepintaran sejati bukan tentang merasa paling benar, melainkan tentang terus membuka ruang untuk belajar dari siapa saja—bahkan dari mereka yang dianggap “tidak pintar.”

Pelajaran yang Menampar dan Menguatkan
Buku ini menyodorkan tiga pesan utama:
• Jangan terlena dengan gelar atau pencapaian intelektual; teruslah belajar.
• Jangan takut berpikir kritis, meski kamu akan dianggap nyeleneh.
• Jangan berhenti menjadi diri sendiri hanya karena dunia lebih memilih yang “seragam”.
Tere Liye menantang kita semua untuk tidak menjadi “pintar” versi dunia yang munafik, tapi menjadi “bodoh” yang jujur, belajar terus, dan berani berpihak pada kebenaran—meski itu jalan sunyi.

Penutup: “Bodoh” yang Menggerakkan Dunia
“Teruslah bodoh” di sini adalah bentuk kesadaran diri, bahwa dunia ini luas, kebenaran bisa datang dari mana saja, dan bahwa yang membuat perubahan besar sering kali bukan yang paling cerdas di atas kertas, tapi yang paling berani berpikir berbeda.
Buku ini bukan hanya layak dibaca—ia layak direnungkan.

Penulis: Felicia Clarissa Tanurijanto, Siswa Kelas XII SMA Santa Maria Surabaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Out

Popular Posts