
Lie, Jangan Panggil Aku Cina
Lie, Jangan Panggil Aku Cina Judul Buku : Lie, Jangan Panggil Aku CinaNama Pengarang :
Judul : Kering
Pengarang : Iwan Simatupang
Penerbit : Gunung Agung
Tahun Terbit : 1977
Jumlah Halaman : 168 Halaman

“Kering” adalah sebuah karya yang menceritakan seorang mahasiswa yang sangat pandai, tetapi mengalami kekecewaan terhadap sistem pendidikan yang ia terima. Kekecewaan tersebut mendorongnya untuk mengambil keputusan besar, yakni mengikuti program transmigrasi. Dalam novel ini, mahasiswa tersebut menggunakan nama samaran “Tokoh Kita”. Suatu ketika, wilayah transmigrasi yang ia tempati dilanda kekeringan hebat. Satu per satu penduduk meninggalkan tempat itu, hingga akhirnya hanya “Tokoh Kita” yang bertahan. Ia berusaha menggali sumur demi menemukan mata air, namun usahanya tidak membuahkan hasil. Karena kelelahan, “Tokoh Kita” akhirnya pingsan dan ditolong oleh seseorang, lalu dibawa ke sebuah kota.
Di kota tersebut, “Tokoh Kita” bertemu dengan seorang teman lamanya yang telah hidup bergelimang harta dari hasil penyelundupan. Temannya itu mengajak “Tokoh Kita” untuk ikut bergabung, namun ajakan tersebut ditolak. Setelah itu, “Tokoh Kita” memutuskan kembali ke daerah transmigrasi bersama seorang tua yang ia temui di perjalanan. Setibanya di sana, mereka mendapati kondisi wilayah transmigrasi semakin kering dan tandus. Akhirnya, kedua orang tersebut memutuskan pergi ke kota tempat tinggal teman “Tokoh Kita” yang berprofesi sebagai penyelundup.
Di kota itu, “Tokoh Kita” terus-menerus mengajak temannya untuk bertobat melalui nasihat-nasihat yang baik dan penuh kepedulian. Hingga suatu ketika, teman penyelundup tersebut meninggal dunia karena ditembak. Setelah kepergiannya, “Tokoh Kita” memperoleh harta dalam jumlah yang cukup besar. Dengan harta tersebut, ia kembali ke daerah transmigrasi dan bertekad membangun kembali kota yang pernah ditinggalkan itu.
Suatu hari, hujan yang telah lama dinantikan akhirnya turun. Namun, hujan tersebut justru membawa bencana bagi wilayah transmigrasi. Banyak penduduk tersambar petir, sehingga menimbulkan ketakutan dan keinginan untuk mengungsi meninggalkan daerah tersebut. Ketika melihat penduduk berniat meninggalkan kota yang telah dibangun dengan susah payah, “Tokoh Kita” berusaha mencegah mereka. Ia memberikan peneguhan dan ajakan, “Mari kita bangun kembali kota ini.” Berkat ajakan serta tekad besar yang dimiliki “Tokoh Kita”, para penduduk akhirnya mengurungkan niat untuk mengungsi dan memilih untuk bersama-sama membangun kembali kota tersebut.
Nilai kehidupan yang dapat dipetik dari novel “Kering” ini selaras dengan salah satu dari enam nilai pendidikan Ursulin, yaitu “Keberanian dan Ketangguhan”. Nilai ini tercermin jelas melalui sikap “Tokoh Kita” yang tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kekeringan hingga bencana alam. Ia tetap bertahan, berjuang membangun kembali kota, serta mampu menginspirasi orang-orang di sekitarnya untuk bangkit dan berjuang bersama.
Penulis: Ignatius Heri Kristiono, S.Pd., Guru SMP Santa Maria Surabaya

Lie, Jangan Panggil Aku Cina Judul Buku : Lie, Jangan Panggil Aku CinaNama Pengarang :

Seni Bersikap Bodo Amat: Pendekatan yang Waras Demi Hidup yang Bahagia Judul Buku : Seni

The Metamorphosis and Other Stories Judul Buku : The Metamorphosis And Other Stories Nama Pengarang
Kampus Ursulin SurabayaJalan Raya Darmo 49 Surabaya – Jawa Timur
